4.1 Sekilas Tentang Hilda Taba
Hilda Taba lahir pada 7 Desember 1902 di Kooraste, Estonia (Rusia). Dia adalah anak pertama dari sembilan bersaudara. Ayahnya, Robert Taba, seorang guru di sekolah dasar. Dia lulus dari Sekolah Tinggi Voru for Girls pada tahun 1921, dengan harapan menjadi seorang guru sekolah dasar. Tapi dia malah masuk Universitas Tartu dan mulai belajar ekonomi. Dia akhirnya mengubah studi utamanya menjadi sejarah dan pendidikan sebelum lulus dari University of Tartu pada tahun 1926.
Hilda kemudian pindah ke Amerika Serikat untuk menyelesaikan gelar master-nya di Bryn Mawr College di Bryn Mawr, Pennsylvania, yang hanya dimungkinkan oleh hibah dari Rockefeller Foundation. Selama studi pascasarjana nya ia mulai memperhatikan sastra pendidikan Amerika, yang memperkenalkannya kepada karya-karya Bode dan filsafat pendidikan progresif. Setelah menyelesaikan pascasarjana nya dalam satu tahun, Taba mulai melanjutkan Universitas Columbia pada tahun 1927 untuk studi doctoral di filsafat pendidikan. Selama studi doctoral dia memiliki kesempatan untuk bertemu psikolog terkenal di dunia EL Thorndike dan filsuf Jon Dewey dan beberapa orang lainnya. Setelah menyelesaikan disertasinya pada tahun 1931, Taba kembali ke Estonia dan diangkat menjadi guru besar di Tartu. Karena tidak terpilih untuk jabatan professionalship ia memutuskan untuk kembali ke Amerika Serikat tak lama setelah itu, keputusan yang praktis menyelamatkan hidupnya karena kebanyakan intelektual "dihilangkan" setelah pengambilalihan Soviet pada tahun 1940. Setelah kembali Hilda menjadi asisten profesor pendidikan di Ohio State dan kemudian University of Chicago sebelum menjadi profesor pada tahun 1951 ia melanjutkan pendidikan di San Francisco State University sampai kematiannya pada 1967.
Ada beberapa ide filosofis Taba pada pengembangan kurikulum, juga ada banyak makalah akademis dalam bahasa Inggris dan Estonia yang menggambarkan ide-ide Hilda Taba dan penelitian pada bidang tertentu dalam pendidikan. Meski sedikit prinsip-prinsip umum Taba yang meyakinan tentang penelitian dan pendidikan yang membuat karyanya yang unik, kreatif dan asli. Namun banyak ide-ide yang membuat Taba terkenal di dunia terus berkembang dan berkembang secara bertahap sepanjang karirnya.
1.2 Kurikulum Dan Pengembangannya Menurut Hilda Taba
Banyak model yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum.Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengolahan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan. Adapun model dalam pengembangan kurikulum diantaranya yaitu Model Taba.
Kurikulum menurut Hilda Taba adalah:
“ a curriculum is a plan for learning, therefore what is know about the learning process and the development of individual has bearing on the shaping of the curriculum”.
kurikulum adalah suatu rencana belajar, oleh karena itu, konsep-konsep tentang belajar dan perkembangan individu dapat mewarnai bentuk-bentuk kurikulum.
Kurikulum tidak hanya terletak pada pelaksanaanya, tetapi pada keluasan cakupannya, terutama pada isi, metode dan tujuannya, terutama tujuan jangka panjang, karena justru kurikulum terletak pada tujuannya yang umum dan jangka panjang itu, sedangkan imlementasinya yang sempit termasuk pada pengajaran, yang keduanya harus kontinum. Kurikulum merupakan pernyataan tentang tujuan-tujuan pendidikan yang bersifat umum dan khusus dan materinya dipilih dan diorganisasikan berdasarkan suatu pola tertentu untuk kepentingan belajar dan mengajar. Hilda Taba berpendapat bahwa pada hakikatnya tiap kurikulum merupakan suatu cara untuk mempersiapkan anak agar berpartisipasi sebagai anggota yang produktif dalam masyarakatnya.
Berbeda dengan model yang dikembangkan Tyler, model Taba lebih menitik beratkan kepada bagaimana mengembangkan kurikulum sebagai suatau proses perbaikan dan penyempurnaan. Oleh karena itu, dalam kurikulum ini dikembangkan tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh para pengembang kurikulum. Model pengembangan ini lebih rinci dan lebih sempurna jika dibandingkan dengan model pengembangan Tyler. Model Taba merupakan modifikasi dari model Tyler. Modifikasi tersebut terutama penekanannya pada pemusatan perhatian guru. Teori Taba mempercayai bahwa guru merupakan faktor utama dalam pegembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum yang dilakukan guru dan memposisikan guru sebagai inovator dalam pengembangan kurikulum. Merupakan karakteristik dalam model pengembangan Taba.
Pengembang kurikulum biasanya dilakukan secara deduktif yang dimulai dari langkah penentuan prinsip-prinsip dan kebijakan dasar, merumuskan desain kurikulum, menyusun unit-unit kurikulum, dan mengimplementasikan kurikulum didalam kelas. Perekayasaan kurikulum secara tradisional dilakukan oleh suatu panitia yang dipilih. Panitia ini bertugas:
1. Mempelajari daerah-daerah fundasional dan mengembangkan rumusan kesepakatan fundasional.
2. Merumuskan Desain kurikulum secara menyeluruh berdasarkan kesepakatan yang telah dirumuskan.
3. Mengkonstruksi unit-unit kurikulum sesuai dengan kerangka desain.
4. Melaksanakan kurikulum pada tingkat atas.
Hilda Taba tidak sependapat dengan langkah tersebut. Alasannya, pengembangan kurikulum secara deduktif tidak dapat menciptakan pambaruan kurikulum. Oleh karena itu, menurut Hilda Taba, sebaiknya kurikulum dikembangkan secara terbalik (inverted) yaitu dengan pendekatan induktif.
Taba percaya bahwa esensial proses deduktif ini cenderung untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan inovasi kreatif, sebab membatasi kemungkinan mengeksperimentasikan konsep-konsep baru kurikulum.Taba menyatakan bahwa :
1. Bila perubahan nilai dari mendesain ulang kerangka yang menyeluruh maka sebelumnya harus ditetapkan lebih dahulu suatu pola yang akan dipelajari dan diuji.
2. Panitia penyusunan kurikulum yang tradisional itu dapat mendukung rencana-rencana kurikulum yang bermanfaat, bagian dari desain itu sendiri hanya atas dasar logika bukan empirik.
3. Karena mereka tidak melakukan pengujian secara empirik, kurikulum yang dihasilkan cenderung merupakan skema / sket bagan yang sangat umum dan abstrak dan sedikit membantu untuk melaksanakan praktek instruksional.
Ketiga masalah tersebut menunjukkan efesiensi perekayasaan kurikulum yang tradisional dan kesenjangan antara teori dan praktek. Suatu contoh adanya disfungsi dalam teori praktek terdapat pada core kurikulum yang dirancang untuk mengajukan Integrasi isi / materi, Hubungan dengan kebutuhan siswa. Jalannya praktek core tersebut umumnya hanya merupakan reorganisasi administratif, block of time mata ajaran-mata ajaran yang terpisah-pisali, dan dimana masalah-masalah kehidupan terisolasi dari materi (content) yang valid. Bentuk core yang dilaksanakan berdasarkan rekayasa deduktif menghasilkan pemisahan teori dan praktek. Taba mengajukan pandangan yang berlawanan dengan urutan tradisional dengan mengembangkan inverted model, yakni langkah awal dimulai dari perencanaan unit-unit mengajar-belajar yang spesifik oleh para guru, bukan diawali dengan desain kerangka (framework) yang umum.
Unit-unit tersebut diuji / dilaksanakan dalam kelas, yang ada pada gilirannya digunakan sebagai dasar empirik untuk menentukan desain yang menyeluruh (overall design).
Keuntungan digunakannya inverted sequence ini ialah :
1. Membantu untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan praktek karena produksi unit-unit tadi mengkombinasikan kemampuan teoritik dan pengalaman praktis.
2. Kurikulum yang terdiri dari unit-unit mengajar-belajar yang disiapkan oleh guru-guru lebih mudah diintroduser ke sekolah, berarti lebih mudah dimengerti dibandingkan dengan kurikulum yang umum dan abstrak yang dihasilkan oleh urutan tradisional.
3. Kurikulum yang terdiri dari kerangka umum dan unit-unit belajar-mengajar lebih berpengaruh terhadap praktek kelas dibandingkan dengan kurikulum yang ada.
Ada lima langkah pengembangan kurikulum model terbalik dari Taba, yaitu :
1. Membuat unit-unit eksperimen bersama dengan guru-guru :
Dalam kegiatan ini perlu mempersiapkan 1. Perencanaan berdasarkan pada teori-teori yang kuat, dan 2. Eksperimen harus dilakukan di dalam kelas dengan menghasilkan data yang empiric dan teruji. Unit – unit eksperimen ini harus dirancang melaui tahapan-tahapan sebagai berikut:
Mendiagnosis kebutuhan. Pada langkah ini, pengembangan kurikulum dimulai dengan menentukan kebutuhan-kebutuhan siswa melalui diagnosis tentang berbagai kekurangan (deficiencies), dan perbedaan latar belakang siswa. Tenaga pengajar mengidentifikasi masalah-masalah, kondisi, kesulitan serta kebutuhan-kebutuhan siswa dalam suatu proses pengajaran. Lingkup diagnosis tergantung pada latar belakang program yang akan direvisi, termasuk didalamnya tujuan konteks dimana program tersebut difungsikan.
Merumuskan tujuan khusus. Setelah kebutuhan-kebutuhan siswa didiagnosis, selanjutnya para pengembang kurikulum merumuskan tujuan.
Rumusan tujuan akan meliputi:
• Konsep atau gagasan yang akan dipelajari
• Sikap, kepekaan dan perasaan yang akan dikembangkan
• Cara befikir untuk memperkuat,
• Kebiasaan dan keterampilan yang akan dikuasai
Memilih isi. Pemilihan isi kurikulum sesuai dengan tujuan merupakan langkah berikutnya. Pemilihan isi bukan saja didasarkan pada tujuan yang harus dicapai sesuai dengan langkah kedua, akan tetapi juga harus mempertimbangkan segi validitas dan kebermaknaannya untuk siswa.
Mengorganisasi isi. Melalui penyeleksian, selanjutnya isi kurikulum yang telah ditentukan itu disusun urutannya, sehingga tampak pada tingkat atau kelas berapa sebaiknya kurikulum itu diberikan.
Memilih pengalaman belajar. Pada tahap ini ditentukan pengalaman-pengalaman belajar yag harus dimiliki siswa untuk mencapai tujuan kurikulum.
Mengorganisasi pengalaman belajar. Guru selanjutnya menentukan bagaimana mengemas pengalaman-pengalaman belajar yang telah ditentukan itu kedalam paket-paket kegiatan itu, siswa diajak serta, agar mereka memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan belajar.
Menentukan alat evaluasi dan prosedur yang harus dilakukan siswa. Peda penentuan alat evaluasi guru dapat menyeleksi berbagai teknik yang dapat dilakukan untuk menilai prestasi siswa, apakah siswa sudah mencapai tujuan atau belum.
Menguji keseimbangan isi kurikulum. Pengujian ini perlu dilakukan untuk melihat kesesuaian antara isi, pengalaman belajar, dan tipe-tipe belajar siswa.
2. Menguji unit eksperimen
Unit yang sudah sudah dihasilkan pada langkah yang pertama harus diujicobakan pada berbagai situasi dan kondisi belajar. Pengujian dilakukan untuk mengetahui tigkat validitas dan kepraktisan sehingga dapat menghimpun data sebagai penyempurnaan.
3. Mengadakan revisi dan konsolidasi
Setelah langkah pengujian, maka langkah selanjutnya melakukan revisi dan konsolidasi. Perbaikan dan penyempurnaan dilakukan pada data yang dihimpun sebelumnya. Selain dilakukan perbaikan dan penyempurnaan dilakukan juga konsolidasi yaitu penarikan kesimpulan hal-hal yang umum dan tentang konsistensi teori-teori yang digunakan. Langkah ini dilakukan secara bersana-sama dengan coordinator kurikulum maupun ahli kurikulum. produk dari langkah ini adalah berupa teaching learning unit yang telah diuji dilapangan. Pada langkah ini dilakukan pula penarikan kesimpulan (konsolidasi) tentang konsistensi teori yang digunakan. Langkah ini dilakukan bersama oleh koordinator kurikulum dan ahli kurikulum. Bila hasilnya sudah memadai, maka unit-unit tersebut dapat disebarkan dalam lingkup yang lebih luas.
4. Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum (developing a frame work)
Apabila dalam kegiatan penyempurnaan dan konsolidasi telah diperoleh sifatnya yang lebih menyeluruh atau berlaku lebih luas, hal itu harus dikaji oleh para ahli kurikulum.
Ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab dalam langkah ini.
• Apakah lingkup isi telah memadai
• Apakah isi telah tersusun secara logis
• Apakah pemebelajaran telah memberikan peluang terhadap pengembangan intelektual, keterampilan dan sikap
• Dan apakah konsep dasar telah terakomodasi
Pengembangan ini dilakukan oleh ahli kurikulum dan para professional kurikulum lainnya. Produk dari langkah-langkah ini adalah dokumen kurikulum yang siap untuk diimplementasikan dan didesiminasikan.
5. Implementasi dan desiminasi
Dalam langkah ini dilakukan penerapan dan penyebarluasan program ke daerah dan sekolah-sekolah dan dilakukan pendataan tetang kesulitan serta permasalahan yang dihadapi guru-guru di lapangan. Oleh karena itu perlu diperhatikan tentang persiapan dilapangan yang berkaitan dengan aspek-aspek penerapan kurikulum. Pengembangan kurikulum realitas dengan pelaksanaannya, yaitu melalui pengujian terlebih dahulu oleh staf pengajar yang profesional. Dengan demikian, model ini benar-benar memadukan teori dan praktek.
Tanggung jawab tahap ini dibebankan pada administrator sekolah. Penerapan kurikulum merupakan tahap yang ditempuh dalam kegiatan pengembangan kurikulum. Pada tahap ini harus diperhatikan berbagai masalah : seperti kesiapan tenaga pengajar untuk melaksanakan kurikulum di kelasnya, penyediaan fasilitas pendukung yang memadai, alat atau bahan yang diperlukan dan biaya yang tersedia, semuanya perlu mendapat perhatian dalam penerapan kurikulum agar tercapai hasil optimal.
4.3 Ciri Khas Model Hilda Taba
Hilda Taba mengembangkan model atas dasar data induktif sehingga dikenal dengan model terbalik. Dikatakan model terbalik karena pengembangan kurikulumnya tidak didahului oleh konsep-konsep yang datangnya secara deduktif. Dalam kurikulum Hilda Taba sebelum melaksanakan langkah-langkah lebih lanjut, terlebih dahulu mencari data dari lapangan dengan cara mengadakan percobaan yang kemudian disusun teori atas dasar hasil nyata, baru diadakan pelaksanaan.
Model Taba sebagai model pembelajaran secara induktif yang terdiri atas langkah-langkah terstruktur yang dibagi menjadi tujuh fase. Guru menjadi motor penggerak untuk menjangkau fase demi fase melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada siswa secara sambung-menyambung. Tujuan utama model ini adalah pengembangan keterampilan berpikir kritis siswa di samping penguasaan secara tuntas topik yang dibicarakan.
4.4 Kontribusi Pengembangan Kurikulum Hilda Taba Bagi KTSP
Keterkaitan pengembangan kurikulum Hilda Taba dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) bisa dilihat dari landasan filosofis dan teoritis KTSP, dan prinsip-prinsip pengembangan KTSP.
Landasan Filosofis dan Teoritis KTSP
• Kurikulum harus dimulai dari lingkungan terdekat (sosial, budaya, ekonomi, agama, masyarakat yang dilayani. Misalnya masyarakat petani, nelayan, dsb.)
• Kurikulum harus mampu melayani pencapaian tujuan pendidikan nasional dan tujuan satuan pendidikan.
• Model kurikulum harus sesuai dengan ide kurikulum (yang berasal dari filsafat pendidikan, tujuan pendidikan, dan fungsi pendidikan)
• Proses pengembangan kurikulum harus bersifat fleksibel dan komprehensif (terbuka untuk penyempurnaan)
Prinsip-prinsip pengembangan KTSP yang perlu diperhatikan dalam Mengembangkan isi (Materi), yaitu :
• Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
• Beragam dan terpadu (memperhatikan keragaman peserta didik, kondisi daerah, & jenjang pddk tanpa membedakn agama, suku...)
• Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
• Relevan dengan kebutuhan kehidupan (masyarakat, dunia usaha & dunia kerja)
• ketrampian pribadi, berpikir, sosial, akademik, & vokasional)
• Menyeluruh dan berkesinambungan (antar semua jenjang)
• Belajar sepanjang hayat
• Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Terimakasih anda telah membaca artikel tentang TEORI BELAJAR HILDA TABA. Jika ingin menduplikasi artikel ini diharapkan anda untuk mencantumkan link https://makeayoutubevideos.blogspot.com/2015/09/teori-belajar-hilda-taba.html. Terimakasih atas perhatiannya.